23 Mei 2016
Lirik dan alunan lagu dari Metallica tahun 1985 berjudul For Whom The Bell Tolls menjadi soundtrack saya saat harus berlatih berenang offense dan berenang defense melewati jeram (aliran deras dan menurun) Sungai Citarik. Jeram panjang yang harus kami lewati setelah Trip 1 dengan berenang defense.
Berenang di air sungai atau di pantai saja kadang membuat saya merasa insecure, apalagi harus berenang di aliran air deras yang entah ujungnya dimana dan entah kapan kami harus mengambil nafas. Memandang aliran sungai yang akan saya lewati, mengingatkan saya pada beberapa kejadian tidak menyenangkan saat saya berada di air. Kejadian pertama saat Titus kecil pernah terseret ombak di Pantai Parangtritis. Kejadian kedua, Titus kecil pernah tenggelam di kolam renang. Memang berkat mukzizat, saya masih hidup setelah melewati kejadian itu.
Berlatih arung jeram di Sungai Citarik dilaksanakan seminggu sebelum UAS (Ujian Akhir Semester) berlangsung. Persiapan yang kami lakukan sebelum arung jeram di sungai yakni jogging 2 kali lingkar dalam UI, latihan berenang bolak-balik sebanyak 3 kali di danau yang terletak di antara Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI dan Fakultas Teknik UI. Selain berlatih berenang lalu mendayung, kami juga berlatih manouver, membolak-balikan perahu (flip flop), lempar tali, dsb.
"take a look to the sky just before you die, it's the last time you will.."
Lirik dan alunan lagu dari Metallica tahun 1985 berjudul For Whom The Bell Tolls menjadi soundtrack saya saat harus berlatih berenang offense dan berenang defense melewati jeram (aliran deras dan menurun) Sungai Citarik. Jeram panjang yang harus kami lewati setelah Trip 1 dengan berenang defense.
Berenang di air sungai atau di pantai saja kadang membuat saya merasa insecure, apalagi harus berenang di aliran air deras yang entah ujungnya dimana dan entah kapan kami harus mengambil nafas. Memandang aliran sungai yang akan saya lewati, mengingatkan saya pada beberapa kejadian tidak menyenangkan saat saya berada di air. Kejadian pertama saat Titus kecil pernah terseret ombak di Pantai Parangtritis. Kejadian kedua, Titus kecil pernah tenggelam di kolam renang. Memang berkat mukzizat, saya masih hidup setelah melewati kejadian itu.
"Gue takut mati" ucapan yang keluar dari sebagian besar dari kami kaum hawa. Satu
persatu dari kami melewati jeram panjang yang disuguhkan di depan mata. Giliran saya. Mungkin ini rasanya simulasi mati tenggelam. Mungkin. Panik luar biasa karena saya mulai kesulitan mengatur nafas. Muncul ke permukaan
air, tenggelam, pantat terjeduk bebatuan, muncul ke permukaan air,
pantat terjeduk batu, tenggelam, begitu terus entah berapa lama. Selama
melewati aliran deras itulah saya berdoa
sekaligus pasrah akan nyawa saya. Bahkan terbesit masa-masa indah saya
dengan orang-orang yang saya cintai, sambil melihat cahaya matahari
tiap saya muncul di permukaan air. Ini seperti adegan di film, saat sang
pemeran akan kehilangan nyawanya.
Entah berapa banyak air yang terminum, berapa benturan batu yang saya
rasakan. Saya berusaha berenang offense menuju pinggir sungai. Untunglah
saya berhasil menepi dan melanjutkan perjalanan menuju lokasi makan siang kami
dengan berjalan kaki hehe. Setibanya di lokasi makan siang, saya dan
kawan-kawan mengecek kondisi kulit-kulit kami. Kami para kaum hawa
mengalami rasa sakit di tulang ekor, luka-luka di kulit, dan
memar-memar :)
Trip 2
Melewati
jeram terakhir pada Trip 2, perahu yang saya naiki bersama empat orang kawan
(Firman, Emira, Opan dan Adi) menyangkut di antara dua batu besar di
tengah sungai. Usaha kami untuk membelokkan perahu malah menghanyutkan
ketiga laki-laki dalam tim kami. Maka hanya ada saya dan Emira di atas
perahu. Panik? iya. Namun tiga menit awal setelah saya dan Emira menyadari tim kami hanyut, kami masih bisa
tertawa-tiwi.
Rintik hujan semakin besar dan aliran sungai semakin deras dan perahu kami terisi air sungai. Hal inilah yang membuat saya dan Emira berhenti tertawa dan lebih berkonsentrasi "menerima" bantuan dari teman-teman kami dari tim perahu lain dari pinggir sungai. Kurang lebih setengah jam saya dan Emira dibantu teman-teman membelokkan perahu yang menyangkut ini. Usaha kami membuahkan hasil, perahu kami bisa digerakkan menjauh dari bebatuan. Simulasi menghadapai ajal kedua pun berakhir. Hari-hari berikutnya, jalan saya miring karena tulang ekor sakit. But I thank God, Im still alive :)
Rintik hujan semakin besar dan aliran sungai semakin deras dan perahu kami terisi air sungai. Hal inilah yang membuat saya dan Emira berhenti tertawa dan lebih berkonsentrasi "menerima" bantuan dari teman-teman kami dari tim perahu lain dari pinggir sungai. Kurang lebih setengah jam saya dan Emira dibantu teman-teman membelokkan perahu yang menyangkut ini. Usaha kami membuahkan hasil, perahu kami bisa digerakkan menjauh dari bebatuan. Simulasi menghadapai ajal kedua pun berakhir. Hari-hari berikutnya, jalan saya miring karena tulang ekor sakit. But I thank God, Im still alive :)
Berlatih arung jeram di Sungai Citarik dilaksanakan seminggu sebelum UAS (Ujian Akhir Semester) berlangsung. Persiapan yang kami lakukan sebelum arung jeram di sungai yakni jogging 2 kali lingkar dalam UI, latihan berenang bolak-balik sebanyak 3 kali di danau yang terletak di antara Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI dan Fakultas Teknik UI. Selain berlatih berenang lalu mendayung, kami juga berlatih manouver, membolak-balikan perahu (flip flop), lempar tali, dsb.
Pernah melihat danau-danau di Universitas Indonesia? inilah danau yang kami gunakan untuk berlatih, airnya berwarna hijau gelap, dipenuhi sampah, baunya tak sedap, dan mungkin kita juga bisa menemukan seonggok bagian tubuh manusia di dasar danau atau mungkin mengapung. Oopsy daisy.
Perjalanan kami dimulai pada hari Jumat, 21 Mei dari kampus menuju lokasi penginapan Arus Liar, Citarik. Keesokan pagi, kami membutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk persiapan alat. Setelah pemanasan usai, lalu berlatih berenang deffense dan offense di arus yang terbilang kecil.
No comments:
Post a Comment