3 Oktober 2017
Menunggu mereka tampil di Indonesia? Ah mustahil, pikir saya. Faktor
keamanan dan sound system yang masih
terbilang tak elok menjadi beberapa alasan mereka dan beberapa band besar dunia
enggan tampil di Indonesia. Maka dari itu, melihat pengumaman Foo Fighters dari
linimasa di awal tahun 2017 bahwa mereka akan tur ke Singapura, membuat saya
bersorak-sorai gembira.
Penantian setelah bertahun-tahun lamanya terealisasikan pada
bulan Agustus tahun ini. Tepatnya tanggal 27 Agustus 2017 di National Stadium
Singapura. Rencana dari beberapa bulan lalu bersama dua teman untuk menyaksikan
konser besama gagal. Saya berangkat sendiri ke Singapura, berwisata
sendiri, dan menyaksikan konser tanpa mereka. Apapun yang terjadi, saya
berpegang teguh prinsip “I won’t
rely on others” dan saya meyakini “in good or bad times, I will meet
such a kind-hearted person along the way”.
Kunjungan saya ke negara ini hanya demi hanya demi menyaksikan band favorit saya tampil. Tak pernah terbesit keinginan untuk untuk berwisata di negara ini. Meskipun beberapa kali teman-teman saya mengajak saya berlibur kesana dengan alasan "murah kok berlibur ke Singapura jika direncakan jauh-jauh hari", “bersih banget negara ini". Namun saya terus menolak ajakan mereka karena menurut saya semua pariwisata yang ada di Singapura bisa saya dapati di negeri sendiri.
Tiga hari saya berada di Singapura, sedangkan konser berlangsung hanya beberapa jam di salah satu tanggal. Maka saya pun beriwisata terlebih dahulu untuk mengisi waktu luang. Tak disangka, perjalanan ini lah yang mengubah pandangan saya terhadap negara berteknologi tinggi yang enggan saya kunjungi ini.
Dimulai dari tanggal 25 Agustus 2017 pagi menuju hostel menaiki bus umum, saya dikejutkan
akan pemandangan jalanan yang bersih, tertata indah, dan bunga-bunga bermekaran
di sepanjang jalan.
Selama di sana, saya tidak menggunakan SIM card lokal karena merasa kurang membutuhkannya dan juga untuk penghematan. Hehe. Maka, saya selalu membawa peta dan kamera kemanapun, serta bertanya warga lokal.
Saat berjalan-jalan di taman tanpa tujuan, saya menemukan tangga eskalator yang membawa saya menuju puncak bukit. Saya terkejut ketika nuansa seperti Kebun Raya Bogor tersuguhkan. Bangunan berarsitektur Belanda, salah satunya yakni istana tempat tinggal William Daendels berdiri di sekitar bukit hijau, makam-makam tua penduduk Belanda terpampang di tembok, tanaman-tanaman khas Asia tumbuh di sekitar. Walaupun koleksi tempat ini tak serindang Kebun Raya Bogor, namun tempat ini lebih tertata, lebih bersih, ada peninggalan arkeologis, artefak, serta makam keramat. Tempat bersejarah ini psepi pengunjung dan gratis.
Singapore National Museum |
Peranakan Museum |
No comments:
Post a Comment