Kunjungan ke 5 posko pengungsian di Klungkung dan Karangasem

2 Desember 2017
Erupsi Gunung Agung yang terlihat dari salah satu posko pengungsian.


Siapa yang tak kenal Bali. Pulau dengan berjuta pesona dari pariwisata alam, kultur, penghuninya, hingga wisata malamnya. Kini berbagai media massa dari berbagai belahan dunia memberitakan Bali terkait kondisi vulkanik terkini dari Gunung Agung, gunung yang terletak di timur Pulau Dewata ini. Begitu juga kabar mengenai himbauan dari lembaga resmi pemerintah yakni BMPG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) mengenai status vulkanik Gunung Agung untuk menetapkan zona merah dan mengungsikan pendududuk di zona merah. Pikir saya, jikalau Gunung Agung meletus dan banyak penduduk yang diungsikan, ah pasti akan ada banyak bantuan bagi mereka dari berbagai penjuru dunia. Namun fakta yang saya dan tim Bali Caring Community (BCC) dapatkan di pengungsan di Klungkung dan Karangasem cukup mengejutkan. 

Beberapa pengungsi mengaku bahwa banyak bantuaan mereka dapatkan pada masa pra meletusnya Gunung Agung. Sedangkan pada masa Gunung Agung erupsi, tidak banyak sumbangan logistik mereka terima. Selain itu, logistik di lima posko tersebut hanya menyediakan air mineral, beras dan mie instan. Jika pengungsi ingin makan lauk pauk dan sayur, mereka harus membeli di pasar atau warung makan di sekitar lokasi pengungsian. Sedangkan kini, banyak diantara mereka yang tidak bekerja dan berpenghasilan (sebagian besar penduduk tersebut biasanya berladang, bertani, beternak).



Dapur di posko pengungsian.
Pemeriksaan kesehatan bagi anak-anak dan manula di posko-posko pengungsian.

Kondisi anak-anak di posko pengungsian Desa Kukuh Blambang banyak yang menderita demam. Meskipun demikian, kecerian anak-anak ini tetap terlihat dari senyum dan canda mereka di posko pengungsian. Banyak di antara mereka yang tidak mengeluh mengenai turunnya abu vulkanik, terhenti belajar di sekolah, terpaksa meninggalkan rumah, terpaksa meninggalkan hewan-hewan peliharaan mereka, dan terpaksa tidur di posko pengsungsian.

Eka yang mendongengkan anak-anak di posko-posko pengungsian.
Ada satu hal yang terus mereka bicarakan pada saya. “Bolehkan kami mendapat buku cerita?”, “kak, aku mau buku  juga”, “aku juga kak, aku suka membaca”. Anak-nak manis ini mengharapkan tersedianya buku-buku bacaan di posko pengungsian. Memang menurut sebagian orang, buku-buku bacaan yang anak-anak ini inginkan tidak termasuk kebutuhan mendesak dibandingkan kebutuhan pangan. Namun saya rasa ini hal penting bagi pengetahuan mereka.


Teruntuk kalian yang ingin memberikan donasi berupa uang, buku anak-anak, kebutuhan pangan, atau apapun, silahkan kunjungi linimasa @balicaringcommunity dan http://balicaringcommunity.org/ untuk info-info pengungsian di Bali.

Kegembiraan anak-anak di posko pengungsian saat mendengarkan dongeng dari Kak Eka.
Anak-anak di posko pengungsian yang suka membaca.


Pengungsi dan Hewan Peliharaan
Salah satu hal yang menyedihkan dari peristiwa alam gunung meletus adalah para pengungsi tidak diperbolehkan membawa hewan peliharaan ke posko pengungsian. Dengan berat hati mereka meninggalkan hewan-hewan ternak dan peliharaan mereka di sekitar rumah mereka yang masuk dalam zona bahaya. Mengenai erupsi Gunung Agung, zona bahayanya yakni 10 km dari gunung. Sebelum Gunung Agung erupsi, banyak pengungsi yang kembali ke rumah-rumah mereka untuk memberi makan ternak dan hewan peliharaan mereka. Begitu cerita dari beberapa pengungsi yang saya temui.

 
Meskipun ada larangan membawa hewan, saya mendapati kehadiran hewan-hewan seperti anjing-anjing berukuran besar, monyet, dan burung-burung milik pengungsi di Posko Banjar Kreket, Karang Asem. "Ada anjing yang sudah ditinggal di rumah, tiba-tiba datang sendiri mendatangi pemiliknya di posko ini", terang salah satu pengungsi bernama Pak Wayan. Selain itu, pengungsi bernama Pak Kadek bercerita bahwa ia sudah meninggalkan anjing tercintanya di rumah.  Penyesalan dan kesedihannya selama beberapa hari di pengungsian, membuatnya nekad kembali ke rumahnya yang berlokasi 9 km dari Gunung Agung untuk mengangkut anjing peliharaannya tersebut.

Wayan dan anjing kecilnya yang beruntung. Hewan-hewan berukuran besar, termasuk induk anak anjing ini tidak boleh dibawa ke posko pengsungsian sehingga induk anjing ini ditinggal di rumah Wayan yang berlokasi 8 km dari kawah Gunung Agung. Kini induk anjing tersebut telah wafat terkena abu vulkanik dan kelaparan.
Untunglah meskipun ada larangan membawa hewan peliharaan ke posko pengungsi, para polisi yang berpatroli di posko memaklumi naluri manusia yang sulit berpisah dengan hewan-hewan peliharannya. Hewan-hewan itu pun bisa bergabung kembali dengan pemiliknya di posko ini. Walaupun beberapa pengungsi beragama Islam, mereka tampak tidak terlihat keberatan dengan kehadiran anjing-anjing peliharaan milik pengungsi lain.