Trip to Jogjakarta 2017



Acara Bersih Desa merupakan acara adat masyarakat Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai bentuk syukur atas berkat dan hasil panen yang didapat sekaligus memohon hasil panen melimpah berikutnya. Rangkaian kegiatan ini diantaranya kerja bakti bersama membersihkan desa, doa bersama, sedekah, pawai kesenian, pawai hasil penen, perebutan gunungan, dan pementasan wayang kulit semalam suntuk.

Backsound:  Pulang by Float.

Camping di Herman Lantang Camp (HCL)

4 Juli 2017

Akhir pekan menjelang Hari Raya Lebaran tahun ini, saya dan teman-teman dari Mapala UI dan Mapala IPB menemani Opa Herman dan Oma Joyce sambil camping bersama di  Herman Lantang Camp (HLC). Secara sukarela kami menjadi staf di camping ground milik mereka. 

Camping ground yang terletak di dekat Curug Nangka, Bogor ini tidak hanya menawarkan wisata glamping (glamorous camping), istilah untuk camping mewah yangmana peserta camping tidak perlu repot memasak, membangun tenda, mencuci peralatan masak, dsb.



Dengan kehadiran pasangan manis ini yakni Oma Joyce dan Opa Herman yang juga tinggal di camping ground tersebut, kami bisa belajar banyak hal. Opa Herman yang dikenal sebagai the living legend of pencinta alam di Indonesia dan sobat dari seorang aktifis tahun 1968 bernama Soe Hok Gie, senang bercerita tentang kisah-kisah nostalgia semasa mudanya serta berbagi pengetahuan. Di antaranya,cara membuat api unggun yang tetap menyala meskipun hujan turun, cara memilih buah yang matang, nasihat perihal asmara, membuat minuman super nikmat nan berkhasiat yang resepnya beliau ciptakan sendiri,  memberi clue tempat-tempat yang masih jarang terjamah manusia, memberi pelajaran tentang tanaman-tanaman, dan pelajaran bahasa Belanda. Kehadiran pria yang kini berusia 77 tahun yang didampingi oleh istrinya, yakni Oma Joyce yang begitu ramah, menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang bermalam di HLC. 

Surat dari Soe Hok Gie yang ditulis tahun 1960an.



"Eh Titus, gue juga punya kacamata kayak lo", "tolong ambilin kacamata gue dong", "ayo kita foto bareng, nanti gue kirim fotonya ke Yayu, dosen lo", "Eh bentar, gigi palsu gue mana nih?" , "Gigi gue tinggal satu, malu gue kalo foto keliatan gigi tinggal satu", "gigi palsu gue kayaknya jatoh di taman, tolong cariin dong.", "fotoin candid dong", 
"kita pura-pura lagi liat burung di pohon sana dong", 
dan sederet perintahnya yang sangat menghibur :)

#weekendberfaedah #elderlycaregiver #talkshow #kuliahsambilcamping #campingsambilkuliah 
BBQ  sambl menatap langit bertabur bintang. 

Villa butuh hutan, tapi hutan tidak butuh villa

10 Mei 2017

Warga Jakarta yang penat akan hiruk pikuk kota dan polusi berbondong-bondong ke kawasan Puncak, Bogor untuk menikmati udara segar serta menyewa villa di sana.  Namun, apa sih yang menyebabkan daerah Puncak bisa menarik minat para pengunjung? Pemandangan alam dan hawa dingin dataran tingginya, bukan? yang warga Jakarta tak bisa dapatkan di kota Jakarta. Nah, sayangnya pemandangan alam dataran tinggi berupa hamparan hutan itu mengalami degradasi dari tahun ke tahun. Penyebabnya karena semakin banyak pengunjung,  maka semakin banyak pula hutan yang dialihfungsikan sebagai lokasi pembangunan villa dan tempat hiburan.








Kegiatan Kelas Hutan yang diselenggarakan oleh Forest Watch Indonesia mengajak para mahasiswa dan khalayak ramai untuk lebih memahami kondisi hutan-hutan di kawasan Puncak, Bogor serta mengenal masyarakat lokal lebih dekat. 


Kampung Cibulao dari kejauhan
 
Berlokasi di kaki Gunung Pangrango dan Gunung Salak, Kampung Cibulao menjadi lokasi kami menginap dan berdiskusi dengan warga lokal. Kampung ini berbatasan langsung dengan hamparan kebun teh dan hutan-hutan di kawasan Puncak yang masih terbilang asri. Namun jika hutan sekitar disusuri hingga di ketinggian 1.600-an mdpl, terdapat beberapa area kritis akibat longsor dan lahan hutan yang dibabat habis lalu dialihfungsikan sebagai kebun sayur. 

Padahal selain fungsinya sebagai lahan resapan air hujan, hutan-hutan di sekitar desa tersebut merupakan habitat berbagai burung dan tanaman endemik Pulau Jawa. Meskipun mayoritas warga Kampung Cibulao sudah sadar akan pentingnya menjaga ekosistem hutan dengan tidak melakukan penebangan liar maupun perburuan liar, namun masih ada oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang terus mengusik keseimbangan ekosistem di daerah ini. 

Hutan Atas, begitu warga lokal menyebutnya. 
Kebun sayur di ketinggian 1600 mdpl.
Pemandangan kebun teh dari kebun kopi milik warga.
Warga kampung Cibulao sudah banyak yang sadar betapa pentingnya merawat hutan dengan tidak menjadi penebang liar, tidak memburu hewan di hutan, melakukan kegiatan patroli hutan secara berkala tanpa dibayar, menanam bibit pohon di area hutan yang sudah gundul dan bekas longsor. Namun usaha tersebut belum mendapat dukungan dari warga desa dan kampung lainnya. Terbukti dari adanya beberapa area di hutan yang dibabat habis lalu dijadikan kebun sayur oleh warga dari desa dan kampung lain. Ditambah, kurangnya usaha dari pemerintah dalam pelestarian hutan di kawasan ini dengan terus memberikan izin pembangunan villa dan tempat wisata di kawasan Puncak, Bogor.  Warga pun meminta kami para peserta yang ikut dalam Kelas Hutan untuk membantu mereka dalam pelestarian hutan Puncak dengan berbagai cara. Diantaranya melalui media sosial yang memviralkan kondisi hutan Puncak yang semakin terdegradasi. 


In The Open Air, I Was Recharged

2 April 2017


After nearly 4 months craving for camping and natural spaces.. Voilà ! Last weekend I was fully recovered by having the fresh air of pine forest, a kiss from the earth to my bare feet, a million twinkle stars above my head, the jokes, the laughs, and another happiness around me, especially the happiness of those who were inaugurated at midnight. Mon Dieu, i wish i could get away from big city and being in natural space more often because this kind of circumstance would always give me a pleasant feeling.


Menatap layar laptop selama hampir 8 jam. Sesekali menatap sekitar, pemandangan berupa ruangan bertembok semen bercat putih susu dan pekerja-pekerja lain yang bekerja di depan layar laptop. Menjenuhkan ya bekerja ala orang kota, tutur saya dalam hati setiap hari heheh. Untunglah kehadiran para pekerja yang mengasyikan mampu membuat saya masih bisa tertawa setiap hari. Bertamasya dan berkemah di alam, selalu menjadi pilihan saya untuk mengistirahatkan diri dari rutinitas  di kota dan barang elektronik yang kadang mengganggu ketenangan diri.  

Tanakita  5 Stars Camping Ground yang berlokasi di Sukabumi, Jawa Barat menjadi lokasi saya melepas jenuh selama dua hari satu malam bersama para anggota Mapala UI. Walaupun mengurus acara pelantikan anggota Mapala UI 2016 di tempat perkemahan yang terbilang terlalu nyaman ( tidak perlu mendirikan tenda, satu tenda diisi 4 orang, ada toilet, tidak perlu cuci piring) , namun  istilah "camcer" atau camping ceria tetap terlaksana.