Petang Kreatif 2014

22 Desember 2014

Petang Kreatif merupakan perlombaan teater tahunan antar 15 jurusan yang ada di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya , Universitas Indonesia (FIB UI). Para pesertanya yakni para mahasiswa baru FIB UI yang dimentori oleh para senior di tiap jurusan. Tahun ini,  acara yang paling dinantikan oleh para mahasiswa dan alumni FIB UI dilaksanakan pada Sabtu 6 Desember 2014. Dimulai sejak pukul 10.00 WIB dan berakhir hingga subuh dengan penonton dan antriannya yang terus membludak dari tahun ke tahun. 



Minggu pukul 03.00 WIB, dua pembawa acara Petang Kreatif 2014 menyampaikan keputusan 4 juri seniman (aktor dan aktris) bahwa Program Studi Prancis meraih juara ketiga dalam Petang Kreatif 2014, penghargaan Tata Panggung Terbaik dan penghargaan Tata Kostum Terbaik. Selain itu kami juga masuk dalam nominasi Make Up Terbaik dan Tata Gerak Terbaik.

Para pemenang Petang Kreatif 2014.
Kami mendapatkan juara ketiga Pekan Kreatif 2014
Euforia setelah pengumuman pemenang.
Antrian penonton yang terus membludak dari pagi hingga subuh.




Selama tiga bulan para mahasiswa baru Program Studi Prancis angakatan 2014 yang dibantu kami para senior mempersiapkan penampilan teater ini. Saya mengemban tugas sebagai mentor tim dekorasi atau tata panggung. Meskipun tugas kuliah menumpuk , namun mengurus dekorasi menjadi hiburan saya ketika jenuh akan tugas dan tes semasa kuliah. Ditambah, nuansa pra Pekan Kreatif di Fakultas Ilmu Budaya Pengetahuan UI dari sore hari hingga sibuh yang terkesan seperti Fakultas Ilmu Berseni UI. Ramai akan aktifitas para mahasiswa tiap jurusan sedang berlatih teater, menari, dan membuat dekorasi. Semua mempersiapkan penampilan teater matang-matang.


 
Setelah berlatih selama kurang lebih tiga bulan, para mahasiswa baru Program Studi Prancis mementaskan teater berjudul  Les Désireux & Les Désirables : Pernahkah terpikir olehmu untuk menjadi orang lain…” sekitar pukul 22.00 dengan nomor urut 12. Teater ini mengisahkan tentang seorang gadis belia penyendiri bernama Cécile Maurine-Chartier yang selalu iri dan berkeinginan menjadi seperti kakaknya yang bernama Audrey Maurine-Chartier, seorang artis cantik, terkenal, nan bergaya glamor di Paris. Suatu hari seorang badut bernama Tom mendatangi Cécile yang sedang iri hati pada kakanya. Tom mengajak Cécile untuk datang menemui seorang penyihir yang memiliki buku ajaib dan mampu mengubah seseorang sesuai dengan keinginan orang tersebut. 


courtesy: "Om" Raka dan Bila.

The Awesome Baduy

7 Februari 2014

Baduy, suku yang menetap di daerah pedalaman Banten ini cukup menarik perhatian saya sejak dulu karena kesederhanaannya yang bisa dikatakan masih primitif dan suasana alam yang sangatlah asri.  Hal dikarenakan amanat dari leluhur mereka yakni:

"uyut nu dititipkeun ka puun (Buyut yang dititipkan kepada puun/ ketua suku)
nagara satelung puluh telu (negara tiga puluh tiga)
bangawan sawidak lima (sungai enam puluh lima)
pancer salawe negara pusat (dua puluh lima negara)
gunung teu meunang dilebur (gunung tak boleh dihancurkan)
lebak teu meunang dirusak (lembah tak boleh dirusak)
larangan teu minang dirempak (larangan tak boleh dilanggar)
buyut teu minang dirobah (buyut tak boleh diubah)
lojor teu minang dipotong (panjang tak boleh dipotong)
pondok teu minang disambung (pendek tak boleh disambung)
nu lain kudu dulainkeun (yang bukan harus ditiadakan)
nu ulah kudu diulahkeun (yang jangan harus dinafikan)
nu enya kudu dienyakeun (yang benar harus dibenarkan)"


Senang sekali rasanya pada tanggal 31 Januari hingga 2 Februari saya medapat kesempatan untuk berkunjung ke sana bersama teman-teman dari Kompas Khatulistiwa. Banyaknya bencana di Jakarta dan sekitarnya bahkan di beberapa kota di Indonesia membuat orang tua saya khawatir jika saya tetap mengikuti trip ini. Bahkan banyak teman-teman saya mengurung niatnya untuk mendaftar trip ini. Namun saya yakin, selama kita memilki tujuan baik ke suatu tempat dan selama kita menjaga kelestarian alam maka alam pun juga akan menjaga kita. Saya pun berangkat bersama  komunitas Kompas Khatulistiwa tanpa mengenal seorangpun.

 Pukul 8.00 WIB kami  yang berjumlah 12 orang berangkat dari Stasiun Tanah Abang menuju Stasiun Rangkas Bitung.  Setelah 3 jam perjalanan dengan kereta, perjalanan di lanjutkan dengan menaiki mobil Elf selama 2 jam menuju Ciboleger. sesampai di Ciboleger, kami istirahat sejenak untuk makan siang dan juga beribadah. Orang-orang Baduy pun sudah mulai terlihat. Saya terheran-heran melihat banyak orang-orang Baduy berwajah bersih dan berkulit mulus. 

    
Setelah itu kami menyusuri bukit dan menyeberangi sungai untuk menuju rumah penginapan kami. rumah tersebut adalah rumah milik keluarga tour guide kami bernama Mulyono yang akrab disapa Mul, salah satu warga Baduy Luar yang berusia 23 tahun. Karena ini adalah tracking panjang pertama saya  dengan barang bawaan hingga 2 tas berat (maklum jarang tracking panjang) dan di tambah darah rendah, saya pun menjadi peserta yang paling lamban berjalan. heheh.


Mul



"Kenapa kamu diberi nama Wahyu Mulyono, seperti nama orang bersuku Jawa bukan bersuku Baduy?, itulah pertanyaan yang saya ajukan kepada Mul. Mul menjelaskan bahwa dahulu ada seorang fotografer bernama Wahyu Mulyono yang sering menginap di rumah keluarga Mul. sehingga ketika Mul lahir, ia pun diberi nama sama persis dengan nama forografer tersebut.











 


Tentang Baduy
Setibanya di rumah Mul, sambil beristirahat,  kami pun berkenalan dan bertanya banyak hal tentang Baduy.  Rizky Bolang dan  Mul menjadi narasumber. Mul pun menceritakan mengenai riwayat hidupnya yang inspiratif. ternyata suku Baduy (baik Luar maupun Dalam) dilarang untuk bersekolah formal. mereka diperbolehkan menjadi pintar namun tidak boleh bersekolah formal, mereka harus belajar dari alam.




Mul sendiri masih belum benar-benar paham alasan larangan itu karena semua larangan dan aturan adat tidak ada yang tertulis, semua berupa lisan secara turun-temurun. Mul pun nekat untuk mengenyam pendidikan formal dengan Kejar Paket C dengan perjalanan yang tidaklah mudah. Bahkan ketua suku pun kerap kali menegurnya untuk tidak melanjutkan sekolah, namun Mul terus bersikeras untuk sekolah. Berkat kenekatannya mengikuti sekolah formal, sekarang ia dan keluarganya merintis perusahaan ternak ayam di luar wilayah Baduy.



Mul juga bercerita bahwa ada mitos tentang keberadaan hutan terlarang yang di dalamnya konon terdapat sebuah arca bernama Arca Domas yang dipercaya sebagai rahasia asal-usul Suku Baduy. Tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam hutan itu, bahkan hanya ketua suku saja yang diperbolehkan masuk. 

Sayang sekali kami belum bisa berkunjung dan menginap di Baduy Dalam karena sejak tanggal 2 Februari dan 1 bulan lamanya warga Baduy Dalam sedang melaksanakan upacara sakral dimana pengunjung tidak boleh menginap di sana. Sedangkan waktu tempuh perjalanan dari Baduy Luar menuju Baduy Dalam yakni 4 jam. Bisa dibayangkan jika kita ke sana tanpa menginap.. tepar.

Beberapa jam setelah kami beristirhat, kami berkeliling kampung sekitar menuju sungai dimana terdapat jembatan bambu khas Baduy. walaupun tidak bisa ke Baduy Dalam, kami tetap dapat menjumpai hal-hal menarik di Baduy Luar.

Kolam yang dibuat untuk merendam kayu agar kayu dapat lebih kuat dan tahan lama sebagai pondasi rumah. Caranya yakni dengan merendam kayu, campur dengan air dan lumpur. 

lumbung padi

Bertenun menjadi mata pencahrian wanita Baduy.




Sore hari kami kembali ke rumah penginapan milik Mul untuk membersihkan diri, mempersiapkan makan malam. karena tidak ada listrik maka seperti inilah susana bersantap malam...

Candle light dinner di setiap malam karena tidak ada listrik

Setiap seusai makan malam dan dikarenakan tidak adanya listrik maka kegiatan kami adalah saling bercerita dan saling bertukar pikiran tentang pengalaman, sejarah,  budaya, arkeogi, filsafat, politik, mistis, dll. senang rasanya dapat bertemu dengan teman-teman baru yang memiliki pengetahuan luas dan memiliki suatu ketertarikan yang sama.
keesokan pagi, kami berjalan menuju Danau Dangdang sekitar 1 jam dari rumah Mul. Setibanya di kawasan danau, kami beristirahat di sebuah saung di atas bukit, untuk mempersiapkan makan siang berupa nasi liwet ikan teri, ayam bakar, sambal kecap dan pisang bakar. kami pun menyantapnya bersama-sama dengan menggunakan 2 lembar daun pisang. MANTAP.






Setelah cacing-cacing di perut kanyang, kami berakit ria di danau. woohoo. 

Mencari kerang danau yang oleh masyarakat sekitar disebut "kijing" untuk menjadi lauk pauk kami.


3 hari menetap di Baduy Luar sambil mengenal budaya dan kelestarian alamnnya akan selalu terkenang di benak saya. Melihat dan merasakan langsung bagaimana keharmonisan yang terjalin antar manusia dan alam, makhluk yang diciptakan Sang Penguasa untuk saling menjaga. Walaupun masyarakat Suku Baduy tidak diperbolehkan sekolah formal dan hanya boleh menjadi pintar dengan belajar dari alam, pantas dijadikan contoh bagi orang-orang berpendidikan formal tinggi yang serakah, yang hanya mementingkat uang dan perutnya saja. Alam mampu membentuk kesadaran masyarakat Baduy untuk berperilaku baik, tidak egois, berbudi luhur, dan mampu menjaga alam sebagai harta warisan nenek moyang mereka. Semoga di masa mendatang, cara masyarakat Baduy mencinntai alam dapat dimasukkan dalam kurikulum pedidikan di Indonesia. 







Robin, Ryano, Ipul, Dudung, Dhina, Tika, saya, Fatiyah, Amrina, Fafa

Saya dan Dhina memakai outfit yang sama secara tidak sengaja hahah.

Berlibur ke Bandung & Jogjakarta

2nd of January 2013

Sekitar 5 bulan lalu, saya mulai merasa penat menjalani kuliah, ulangan akhir semester (UAS), bahkan nilai IP yang tidak sesuai harapan.  Maka, saya, Nadia Luth, Encik Natha, Icha berambut panjang, Icha berambut pendek dan Btari berlibur sejenak ke Bandung selama 3 hari dan menginap di kediaman Btari. Kepenatan pun mulai pudar. Kegiatan kami hanya makan, tidur, makan, dan tidur, tanpa memikirkan pelajaran sedkitpun. Ya Tuhan, betapa bahagianya tidak memikirkan beban perkuliahan, khususnya mata kuliah KBP yang jahanam. 










 


hari terakhir di Bandung kami berbelanja barang bekas di Pasar Gede Bage. ada keunggulan dari berbelanja di sana dibandingkan dengan Pasar Senin, Jakarta:
1) para pedagangnya lebih ramah
2) harga barang lebih murah. 













JOGJAKARTA


Beberapa hari kemudian ditengah-tengah semester pendek, abang saya berencana ke Jogja dengan berkendara mobil hanya bersama ibu mertuanya. Saya pun merasa ada kesempatan untuk berlibur hemat (karena tidak perlu membayar biaya akomodasi). Maka secara mendadak dan atas restu ibu, saya turut ikut ke Jogja bersama mereka. Lupa membawa camera SLR, kamera ponsel pun tetap bisa digunakan. (Terima kasih pada Eja yang telah meminjamkan ponsel dengan kamera yang cukup ciamik). 

Pukul 05.00 WIB kami berangkat dari Bekasi. Di jalan tol Cikampek-Jakarta, saya melihat kemacetan yang luar biasa panjangnya. 7 kilometer kira-kira. Walaupun sempat terkena macet, saya tetap terhibur oleh pesona pemandangan berupa gunung, sungai, sawah, pepohonan, dan hujan. 


  

Sekitar 16 jam (jam 08.30 WIB) kami tiba di kota Jogjakarta. Pantat pegal bukan main. Mata belum sepenuhnya terbuka namun sudah disuruh membantu abang memarkir mobil. 

Keesokan harinya, saya bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Ita a.k.a Combro Angus yang sudah menjadi warga Jogja selama setahun kuliah. Mulailah kami terlusuri kota Jogjakarta tercinta selama 4 hari.  Banyaknya spanduk iklan yang terpampang di jalan-jalan kota cukup merusak pemandangan. mungkin jika dibenahi pemerintah, akan terlihat rapi. 

nah ini gambar dari pemandangan trotoar kota Jogja yang artsy.




Sore hari, saya dan Ita mendatangi acara Festival Kesenian Jogjakarta 2013 yang diadakan di kompleks Taman Sari. Selain tiket masuknya yang gratis ada hal-hal yang keren berpadu menjadi satu di tempat ini: pameran seni dan pertunjukan musik dilaksanakan di tempat kebudayaan dan sejarah. 



















soto ayam 8 ribu (termasuk gorengan dan es teh manis)





ketika gue memasuki benteng Taman Sari (belakang panggung musik) gue melihat seorang kakek melukis Nyi Roro Kidul di ruangan benteng yang gelap.





Keesokan hari, saya, Ita dan Haris merencakan pergi ke kaki Gunung Merapi. Di tengah perjalanan, di samping salah satu universitas di Jogja, kami berhenti sejenak. Haris menunjukkan 2 candi mini dan 1 prasasti. Benda-benda tersebut ditemukkan  secara tidak sengaja saat pembangunan perpustakaan universitas.




tibalah kami di kaki Gunung Merapi  :D





 Haris dan Ita 


Malam terakhir di kota Jogja, saya lewatkan bersama Ita dan Haris di acara Festival Kesenian Jogja 2013, di alun-alun selatan Keraton. Setibanya di sana, tempat sudah dipenuhi pengunjung terutama pemuda-pemudi. Ada yang duduk-duduk di pinggir jalan pula. salah satunya saya, karena lelah berdiri namun siap menyaksikan pertunjukkan, diantaranya adalah penampilan beberapa Dj asal Jogja. ada Dj tapi becak-becak d sepeda ontel terus hilir mudik. suasana kesederhanaan kota Jogja, perpaduan antara seni, budaya, dan keramahan warga Jogja yang bikin saya betah dan selalu ingin balik ke kota ini ketika masa liburan tiba



Ita si Combro Angus

hari terakhir di Jogja, Ita menemani saya ke Keraton Jogja dan 2 musium di sekitarnya, yakni Museum Kereta Kencana Kraton Yogyakarta dan Musium Sonobudoyo.





Keraton 











makan siang di Mirota Batik